Menurut
Undang Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1992 tentang
Perkoperasian, dikatakan bahwa KOPERASI adalah badan usaha yang
beranggotakan orang-orang atau badan hukum Koperasi dengan berlandaskan
kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi sekaligus sebagai gerakan
ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan.
Sementara itu dalam Undang Undang Dasar
Republik Indonesia Tahun 1945 (sebelum diamandemen) kata KOPERASI ini
disebut dan dicantumkan dalam penjelasan pasal 33. Namun setelah
amandemen, penjelasan atas pasal-pasal dari UUD 1945 dimasukkan dalam
batang tubuh. Entah sengaja atau karena khilaf, ternyata kata KOPERASI
ini tidak ikut masuk. Alias ketinggalan atau malah ditinggalkan?
Nampaknya para penyusun UU No. 22 Tahun
1992 itu (Presiden dan DPR) sudah lupa bahwa para founding father
kita bercita-cita untuk menjadikan KOPERASI sebagai sokoguru
perekonomian Indonesia. KOPERASI dianggap sebagai badan usaha yang
terlalu banyak merepoti pemerintah. Karena banyak kredit program yang
diterima KOPERASI (utamanya KUD) raib diselewengkan pengelolanya.
Namun kenyataan di lapangan, berbicara
lain. Saat Indonesia mengalami krisis berkepanjangan, justru eksistensi
KOPERASI nampak nyata. Saat hampir semua bank-bank besar macam BCA, Bank
Lippo (bank swasta) , maupun bank pemerintah: Bank Bumi Daya, Bank
Bapindo dan Bank Dagang Negara (yang kemudian ketiga bank terakhir
dilebur menjadi Bank Mandiri) dan banyak bank lain pada colaps, KOPERASI
masih bisa menjadi tumpuan anggota dan masyarakatnya dalam hal melayani
keperluan modal.
Tak bisa
dibayangkan, manakala saat itu, selain bank, KOPERASI juga ikut colaps,
pasti akan semakin banyak jumlah angkatan kerja yang mengalami PHK.
Meskipun demikian, sampai sekarang, di
mata perbankan, posisi tawar KOPERASI masih dipandang sebelah mata.
Untuk bisa memperoleh kredit, di banyak bank, perlu KOPERASI melengkapi
banyak persyaratan yang sering merepotkan. Memang banyak KOPERASI yang
nakal. Tapi masih lebih banyak KOPERASI yang baik.
KOPERASI dan koperasi, dalam praktek, ada
bedanya. KOPERASI (yang sejati) dibentuk dari, oleh dan untuk memenuhi
kebutuhan anggota. Sementara koperasi dibentuk seorang seorang pemodal
yang ingin memutar uangnya di koperasi. Hal ini dimungkinkan, karena
untuk membentuk koperasi, pasca reformasi, sangatlah mudah.
Dulu, badan hukum KOPERASI harus disahkan
oleh Kantor Wilayah Koperasi Propinsi Jawa Timur, selaku wakil dari
Pemerintah. Sekarang, cukup disahkan oleh Dinas Koperasi Kabupaten/Kota
saja.
Sejatinya KOPERASI dibentuk
demi untuk kesejahteraan anggotanya. Sementara koperasi dibentuk demi
keuntungan pemodal semata. Ibaratnya PT berbaju koperasi. Bahkan, tak
jarang, mereka (para pemodal) itu rela membeli badan hukum KOPERASI yang
sudah tidak aktif lagi dengan nilai tak kurang dari puluhan juta
rupiah.
Jadi, ketika UUD 1945 sudah
menganggap tidak perlu untuk mencantumkan lagi kata KOPERASI, ketika
perbankan masih memandang KOPERASI dengan sebelah mata, ketika banyak PT
yang beroperasi dengan kedok koperasi, MASIHKAH KOPERASI DIANGGAP
SEBAGAI SOKOGURU PEREKONOMIAN INDONESIA?